Pembinaan usia muda merupakan fondasi utama dalam pembangunan prestasi sepak bola sebuah negara. Negara-negara dengan tradisi sepak bola kuat terbukti mampu melahirkan pemain berkualitas karena memiliki kompetisi usia dini yang berjenjang, berkelanjutan, dan kompetitif. Namun di Indonesia, sistem kompetisi usia muda khususnya U-15 hingga U-17, hingga kini masih belum berjalan dalam format liga sejati. PSSI sejauh ini mengandalkan Piala Soeratin sebagai kompetisi utama kelompok usia muda. Meski digelar rutin setiap tahun dari tingkat daerah hingga nasional, format Piala Soeratin lebih menyerupai turnamen jangka pendek dibandingkan kompetisi liga yang berkesinambungan. Pada fase nasional, setiap tim hanya memainkan 2 hingga 5 pertandingan, sehingga jam terbang kompetitif pemain masih sangat terbatas. Kondisi ini dinilai belum ideal untuk membentuk pemain muda yang matang secara teknik, mental, dan fisik. Kondisi tersebut menimbulkan kegelisahan di kalangan klub, akademi, dan SSB di berbagai daerah. Mereka menilai bahwa tanpa liga usia muda yang berjalan sepanjang musim, proses pembinaan yang dilakukan di level grassroot tidak memiliki muara yang jelas. Hal inilah yang kemudian berdampak langsung pada kesulitan PSSI dalam menjaring pemain bertalenta tinggi saat membentuk tim nasional kelompok umur U-17 hingga U-22 untuk menghadapi berbagai event internasional. Direktur PT Gahora Indonesia Football, Taufik Jursal Efendi, menegaskan bahwa kompetisi berjenjang adalah elemen mutlak dalam sistem pembinaan pemain muda. "Kompetisi berjenjang adalah pilar utama lahirnya pemain muda yang handal. Tanpa kompetisi yang rutin, terstruktur, dan berkelanjutan, pembinaan hanya akan berhenti di latihan tanpa pengujian nyata," ujar Taufik Jursal Efendi. Menurutnya, turnamen tahunan seperti Piala Soeratin memang penting, namun tidak bisa menjadi satu-satunya rujukan pembinaan usia muda. "Pemain muda membutuhkan jam terbang, bukan sekadar seleksi singkat. Mereka harus terbiasa bermain dalam tekanan kompetisi, menghadapi berbagai karakter lawan, dan berkembang dari satu level ke level berikutnya. Itu hanya bisa didapat dari kompetisi berjenjang," tambahnya. Minimnya kompetisi berjenjang membuat proses seleksi pemain nasional menjadi kurang optimal. Banyak talenta potensial di daerah tidak terpantau secara maksimal karena keterbatasan ajang kompetisi yang konsisten. Akibatnya, saat menghadapi event internasional, tim nasional kelompok umur sering kali kekurangan pemain yang benar-benar siap secara mental dan pengalaman bertanding, meskipun memiliki kemampuan teknik yang baik. Menurut berbagai pengamat dan pelaku sepak bola usia muda, solusi atas masalah ini hanya bisa dicapai melalui sinergi semua pihak. PSSI, klub/SSB, pelaku industri sepak bola, serta pemerintah pusat dan daerah. PSSI saat ini masih menghadapi tantangan besar dalam menghadirkan kompetisi usia muda U-15 hingga U-17 yang benar-benar mencerminkan esensi sebuah liga kompetitif. Piala Soeratin tetap penting, namun belum cukup untuk menjadi tulang punggung pembinaan nasional. Seperti ditegaskan Taufik Jursal Efendi dari PT Gahora Indonesia Football, kompetisi berjenjang adalah kunci lahirnya pemain muda yang tangguh dan siap bersaing di level internasional. Tanpa keberanian membangun sistem kompetisi usia muda yang konsisten dan berkelanjutan, masa depan sepak bola Indonesia akan terus berjalan di tempat.
05:00
05:00
12:52
05:00
05:00
02:08
05:00
05:00
05:14
05:00